Si Hitam dalam Dua Dunia

>> Selasa, 26 Oktober 2010

Nama Wynton Marsalis sebagai peniup terompet barangkali tidak setenar Louis Armstrong atau Miles Davis. Namun ada keunikan tersendiri yang membuat Wynton Marsalis layak dijadikan legenda musik. Bukan hanya karena teknik bermusiknya yang luar biasa. namun Wynton Marsalis adalah satu dari sangat sedikit pemusik yang berada dalam dua dunia. Keberadaan dalam dua dunia inilah yang membuat kekaguman sembari ada juga semburat permenungan yang bisa dipakai sebagai pencerahan kehidupan kita. Bernama lengkap Wynton Learson Marsalis, lahir 18 Oktober 1961, pemusik yang satu ini menggapai dua dunia sekaligus. Musik jazz dan Musik klasik.

Dalam sudut pandang musikal, jazz dan klasik adalah dua genre musik yang sangat berbeda bahkan bertolak belakang, Jazz dijiwai oleh improvisasi yang instingtif dan spontan. Musik klasik dijiwai oleh presisi dan kedisiplinan tinggi. Jazz diwarnai harmonisasi yang progresif, Sementara musik klasik menggunakan harmoni dengan poros nada dan keteraturan yang sangat konservatif. Keberadaan "dua dunia" yang sangat bertolak belakang seringkali mewarnai kehidupan kita. Senantiasa ada dialektika antara modernitas dan kedisiplinan konservatif. Antara anak dan orang tua. Antara birokrat dan pembaharu sosial. Dan bisa saja antara prinsip seorang suami dengan pandangan dan pola pemikiran sang istri. Wynton Marsalis bersublimasi dalam dua dunia semacam ini dengan keberadaannya sebagai pemusik.
Hal yang lebih unik, terdapat dalam sejarah perkembangan musik jazz. Musik jazz lahir pada awalnya sebagai ekspresi musikal orang kulit hitam ( negro ) yang pada waktu itu dibawa ke Amerika untuk bekerja di perkebunan dan keluarga Amerika. Orang-orang kulit hitam ini sambil bekerja, mendengar majikannya memainkan musik klasik. Dengan tanpa pendidikan musik, orang negro kemudian mencoba memainkan musik klasik majikannya,menurut caranya sendiri. Jadilah musik klasik yang dimainkan sepotong-sepotong dan dipadu dengan elemen musik tradisional Afrika.Inilah cikal bakal Jazz. Dari fakta sejarah ini,ada hal yang menarik.Senantiasa dalam kehidupan ini ada dunia yang seolah superior. Dan ada dunia yang seolah inferior. Kecenderungannya adalah dunia yang inferior adakalanya berusaha ikut menikmati apa yang ada pada superiornya. Ini nampak nyata pada tatanan birokrasi. Bagaimana eselon yang lebih rendah mencoba memainkan dan bermain dalam gaya eselon atasannya yang lebih superior. Persis seperti cikal bakal musik jazz, para eselon bawah dalam birokrasi terbata-bata dan seringkali menggunakan insting dan nalurinya. Dalam dua dunia semacam inilah Wynton Marsalis mengukuhkan keberadaannya.

Berbeda dengan Louis Armstrong misalnya. Nampak bahwa Wynton Marsalis adalah pemusik yang terdidik secara akademis. Teknik permainan trumpetnya baik dan benar.pendekatan musikalnya luas dan kaya.nampaknya inilah bekal Wynton Marsalis untuk berada dalam dua dunia. Musik jazz yang adalah supremasi negro dan musik klasik yang adalah supremasi orang kulit putih.

Keberadaan Wynton Marsalis dalam dua dunia, membawa pernik-pernik realita sosial dan budaya yang agaknya layak untuk sedikit dipermenungkan.

Musik ternyata memang benar sebuah “bahasa” yang universal. Tak ada rasisme.Tak ada pandangan pembedaan akar budaya. Musik klasik yang konservatif dan terkesan aristokrat pun ternyata terbuka dengan kehadiran seorang Wynton Marsalis. Negro dengan akar budaya jazz yang kental. Menarik jika kita sempat melihat penampilan Wynton Marsalis ketika membawakan musik klasik. Dengan dikawal English Chamber Orchestra,nampak ada kontras yang menawan.Bagaimana sebuah “mutiara hitam” bersinar dalam nuansa aristokrasi yang konservatif.

Dua dunia dengan kultur yang sangat berbeda bisa menyatu dan sublim melalui pendekatan estetis yang matang. Kematangan teknik bermusik,musikalitas dan wawasan musik Wynton Marsalis menjadikannya mampu untuk kukuh mengungkap karsa dan karya dalam dua dunia dengan latar budaya amat berbeda.

Menatap Wynton Marsalis, si hitam dalam dua dunia,ibarat menatap realita sosial pada diri kita. Bahwa tatanan sosial kita senantiasa ada dikotomi. Antara hitam dan putih. Dan ada bagian sumir yang abu-abu. Senantiasa ada dialektika prinsip antar generasi dan senantiasa ada warna budaya yang berbeda. Namun semua ini bisa terangkai menjadi harmoni kehidupan yang elok. Jika kita matang untuk bertekun dalam kesejatian keberadaan kita. Tanpa harus meninggalkan akar budaya kita.

0 komentar:

Posting Komentar

Preview of what the bundle will look like on this site

Here's a song which can be enjoyed today!

TOP